pbi.fsb.ung.ac.id, Gorontalo – Nurlin Amelia Chelsi Ngadi namanya, mahasiswa Jurusan Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) Fakultas Sastra dan Budaya (FSB) Universitas Negeri Gorontalo (UNG) ini lolos pada seleksi Nasional sebagai peserta Pertukaran Pemuda Antar Negara (PPAN) yakni program Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP) tahun 2025.
Ship for Southeast Asian and Japanese Youth Program (SSEAYP) merupakan program pertukaran pemuda tahunan yang diselenggarakan oleh Pemerintah Jepang bekerja sama dengan negara-negara ASEAN. Program ini telah berlangsung sejak tahun 1974 dan terus menjadi wadah penting bagi pemuda untuk memperluas wawasan global dan membangun jaringan internasional. Secara garis besar, tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mempererat hubungan kerja sama bilateral, persahabatan, dan pemahaman budaya antar pemuda Indonesia, Jepang, dan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN yaitu Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand, dan Vietnam dalam usaha menuju kerja sama Internasional.
Selain itu, program ini menawarkan pengalaman sekali seumur hidup bertemu, berkolaborasi, dan menjalin relasi yang luas tidak hanya dengan delegasi muda Asia Tenggara dan Jepang namun berkesempatan untuk bertemu langsung dengan pemerintah dan kedutaan besar yang ada di beberapa negara tujuan tahun ini yaitu Singapura, Thailand, dan Jepang sebagai tuan rumah dari program ini.
Ketua Jurusan PBI FSB UNG, Dr. Abid, S.S, MA TESOL memberikan apresiasi yang luar biasa kepada Nurlin atas prestasi menjadi delegasi pada program SSEAYP. Program ini secara keseluruhan berlangsung selama kurang lebih 3 bulan. Rentang waktu tersebut sudah termasuk Pre-Departure Training (Persiapan keberangkatan), pelaksanaan Program SSEAYP, dan waktu untuk Post Program Activity.
“Pre-Departure Training untuk Indonesia Participating Youth (Peserta Pemuda Indonesia) bertujuan untuk mempersiapkan materi untuk penampilan kebudayaan Indonesia di hadapan negara lain, juga untuk mempererat hubungan antar peserta sendiri. Peserta dari berbagai macam latar belakang suku, agama, ras, jenjang pendidikan dan budaya dari provinsi yang berbeda disatukan dalam bendera Indonesia. Bukan hal yang mudah memang untuk membuat para peserta untuk menjadi tim yang kompak, namun dengan kerja keras dan keterbukaan pikiran dan hati, tim yang solid bisa terbentuk,” ujarnya.
Seementara itu, Nurlin Amelia Chelsi Ngadi menjelaskan, tinggal di Atas Kapal merupakan inti dari program ini di mana berada dalam satu kapal bersama dengan orang-orang dari berbagai negara membuat kapal seperti sebuah negara sendiri tanpa terpengaruh dari lingkungan sekitar. Hanya ada kapal, peserta program, panitia, anak buah (kru) kapal, laut dan langit. Sinyal televisi, telepon genggam biasa, dan internet tidak bisa dijangkau di sini. Semua aktivitas dan hiburan adalah semua orang di kapal dan indahnya laut, semilir angin laut dan langit terutama saat matahari terbit dan terbenam atau saat ada pelangi atau ketika para lumba-lumba turut serta mengiringi di sisi kapal”
“Kapal pesiar yang digunakan, Nippon Maru, memiliki 8 lantai, berkapasitas maksimal 600 penumpang dan berkecepatan 18 knot. Fuji Maru layaknya hotel adalah rumah bagi para peserta. Di dalamnya terdapat berbagai ruang pertemuan dengan berbagai bentuk, ada teater, ruang pertunjukkan bernama Pacific Hall, ruang makan yang sangat besar, sebuah kolam renang di atas kapal, grand bath (pemandian umum khas Jepang) dan juga laundry room sebagai tempat mencuci pakaian untuk para penghuni kapal”
“Kegiatan di dalam kapal nanti beragam, ada diskusi, aktivitas klub, grup solidaritas, voluntary activity (aktivitas sukarela), presentasi negara, flag hoisting (pengibaran bendera) dan lain-lain. Dalam kegiatan diskusi, peserta dari seluruh negara akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk membahas berbagai isu hangat. Tahun ini, topik diskusi ada 8 buah, yaitu Climate Change Action and Sustainability Energy (Aksi Perubahan Iklim dan Energi Berkelanjutan), Entertainment for Well-being (Hiburan untuk Kesejahteraan), Risk Management for Natural Disasters (Manajemen Risiko Bencana Alam), Social Inclusion (Inklusi Sosial), Startups and Impact Investment (Startup dan Investasi Berdampak), Education in Local Community (Pendidikan Komunitas Lokal), Community Design (Desain Komunitas) dan Inheritance of Traditional Culture (Pewarisan Budaya Tradisional),” jelas Nurlin, Selasa (08/07).
Nurlin mengatakan, program diskusi ini membahas tentang topik diatas berdasarkan pada pemahaman peserta mengenai keadaan di negara masing-masing. Ada tahap presentasi tiap negara mengenai topik ini per negara dan ada pula diskusi heterogen antar negara mengenai suatu isu spesifik berdasarkan pengetahuan peserta. Pada akhir program diskusi, kesimpulan hasil diskusi akan ditampilkan dalam grup besar sehingga grup diskusi satu dengan lainnya dapat saling mengetahui apa saja yang telah dibahas.
“Grup solidaritas (Solidarity Group) adalah sebuah kelompok dengan aktivitas menyenangkan yang berisi perwakilan dari semua negara peserta SSEAYP. Kegiatannya dapat berupa permainan yang bertujuan meningkatkan kekompakan dan juga saling berbincang mengenai pengalaman masing-masing ketika menghadapi hal baru dalam program ini”
“Presentasi negara (National Presentation) juga merupakan acara yang ditunggu-tunggu. Acara ini berupa perkenalan kebudayaan negara melalui pertunjukan di atas panggung dalam bentuk pementasan kebudayaan berupa tarian, nyanyian dan kesenian lainnya. Waktu yang dialokasikan untuk satu kali presentasi negara adalah kurang lebih satu jam. Biasanya, para peserta SSEAYP lainnya yang menonton akan dress up (berdandan rapi dan cantik) dan seringkali menggunakan pakaian tradisional khas negara lain dengan bertukar pakaian dengan peserta lain. Akan mudah menemukan peserta non Jepang menggunakan yukata (pakaian tradisional Jepang), peserta non Vietnam menggunakan aoyay (pakaian tradisional Vietnam), dan peserta non Indonesia menggunakan kebaya,” ucapnya.
Lebih jauh Nurlin mengatakan, kegiatan lainnya di dalam kapal adalah flag hoisting (pengibaran bendera) di atas kapal sebanyak 8 kali tahun ini. Pengibar bendera bergantian giliran dengan gaya pembawaan bendera masing-masing. Setiap pengibar bendera dari satu negara akan mengibarkan benderanya terlebih dahulu dengan iringan lagu kebangsaannya dan kemudian mengibarkan negara-negara lainnya secara bersamaan. Setelah bendera terkibar, ada pula sambutan atau pidato dari pemimpin upacara (National Leader) negara pengibar bendera yang mendapat gilirannya. Selain itu, ada Voluntary Activity atau aktivitas sukarela adalah kegiatan mengisi waktu luang di atas kapal yang slot waktunya ditentukan dan diadakan per negara sesuai giliran”
“Selanjutnya, kegiatan pada saat tiba di negara yang dikunjungi (country program) ada beberapa macam, yaitu Courtesy Call atau kunjungan kenegaraan, kunjungan institusional, homestay, dan open ship. Courtesy call berupa kegiatan kunjungan kehormatan kepada pejabat tinggi di negara yang dikunjungi, baik di tingkat nasional (Presiden atau kepala pemerintahan) maupun lokal (walikota dan pejabat setempat di kota yang dikunjungi). Pada kunjungan institusional, para peserta akan melakukan kunjungan ke lembaga/institusi, termasuk juga ke perusahaan-perusahaan, universitas, media dan sebagainya”
“Homestay di negara yang dikunjungi berlangsung kurang lebih selama 2 hari. Peserta bisa merasakan bagaimana tinggal di negara tersebut bersama keluarga setempat. Keluarga angkat biasanya mengajak peserta SSEAYP untuk mengunjungi objek wisata setempat selain mengajak mereka hidup seperti bagian dari keluarga mereka. Lalu para orangtua angkat (homestay families) dan beberapa pemuda dari negara tempat kapal berlabuh boleh mengunjungi kapal dan berkeliling di dalamnya pada acara open ship,” ucapnya lagi.
Ia menambahkan, ketika berlabuh di negara yang dikunjungi, sambutan dengan bendera seringkali diadakan, bisa ketika mendarat atau ketika akan pergi. Sambutan dari para peserta per negara ini menarik sekali untuk dilihat oleh para penyambut kapal. Sambutan bendera (flag cheers) ini dilakukan sembari para peserta turun satu per satu.
“Rangkaian tradisi lainnya ketika meninggalkan suatu pelabuhan adalah dengan pelemparan pita dalam rangkaian send off ceremony. Seorang peserta akan melempar pita untuk keluarga angkatnya sehingga terbentanglah sebuah pita panjang dari balkon kapal hingga ke darat. Semakin lama semakin banyak peserta yang melempar pita hingga berdesak-desakan. Akhirnya terciptalah banyak pita warna warni terbentang yang awalnya kedua ujungnya tergenggam, hingga kapal menjauh dan pita tak tergenggam lagi”
“Program ini mengajarkan banyak hal pada para peserta, mulai dari cara hidup berdampingan dengan orang dengan budaya yang berbeda, cara berpikir terbuka dan berteman dengan orang dengan latar belakang yang berbeda, cara saling mengerti satu sama lain agar tercipta kehidupan yang harmonis, cara mewakili negara dan masih banyak lagi.Manfaat yang paling terasa adalah memiliki banyak teman sekaligus senusantara dan se-Asia Tenggara dan Jepang,” pungkasnya.
Rabu-Jum'at, Tanggal 23 s.d 25 Juli 2025, Bertempat di Ruang Loolade FSB UNG
Masa Sanggah Nilai
Penginputan Nilai ke SIAT
Ujian Akhir Semester